Asal Muasal Tragedi Diogo Jota Mengingatkan Kita pada Jose Antonio Reyes
Kabar duka mendalam menyelimuti dunia sepak bola. Diogo Jota, penyerang andalan Liverpool dan tim nasional Portugal, meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan mobil tragis di usia 28 tahun. Kejadian memilukan ini tidak hanya mengejutkan para pendukung The Reds, tetapi juga membuat pecinta sepak bola di seluruh dunia larut dalam kesedihan.
Jota tewas bersama adik kandungnya, Andre Silva, dalam sebuah kecelakaan lalu lintas di Provinsi Zamora, Spanyol, pada Kamis dini hari waktu setempat, 3 Juli 2025. Mobil mewah Lamborghini yang mereka kendarai mengalami kecelakaan fatal saat tengah melaju menuju pelabuhan feri di Santander, Spanyol utara.
Tragedi ini menjadi pukulan emosional yang sangat berat, terlebih karena Jota selama ini dikenal sebagai pemain yang rendah hati, berdedikasi, dan menjadi panutan di dalam maupun luar lapangan. Kariernya yang sedang berada di puncak seolah terhenti secara tiba-tiba oleh takdir yang kejam.
Duka Mendalam di Anfield dan Portugal
Di Portugal, kesedihan yang sama terasa begitu dalam. Federasi Sepak Bola Portugal (FPF) mengeluarkan pernyataan resmi berisi belasungkawa, dan pemerintah Portugal menetapkan satu hari berkabung nasional untuk menghormati jasa dan prestasi Diogo Jota. Klub lamanya seperti FC Porto dan Wolverhampton juga ikut memberikan penghormatan melalui media sosial dan pernyataan resmi.
Keputusan Tidak Terbang, Sebuah Pilihan yang Rasional
Di tengah rasa kehilangan yang luar biasa, publik pun bertanya-tanya: mengapa Jota tidak menggunakan pesawat untuk kembali ke Inggris? Mengapa ia memilih perjalanan darat dan laut yang lebih panjang dan berisiko?
Jawaban atas pertanyaan itu ditemukan melalui laporan dari BBC Sport. Rupanya, Jota baru saja menjalani prosedur medis ringan tidak lama sebelum melangsungkan pernikahannya dengan Rute Cardoso, kekasih masa kecilnya. Operasi tersebut dilakukan atas alasan kesehatan yang tidak dijelaskan secara rinci, namun cukup serius hingga membuat tim medis menyarankan agar ia tidak terbang dalam waktu dekat.
Larangan tersebut berkaitan dengan risiko tekanan udara dalam kabin pesawat yang bisa menyebabkan komplikasi pascaoperasi. Dalam dunia medis, ini adalah saran yang sangat umum dan sering diberikan untuk pasien yang baru saja menjalani tindakan invasif, walaupun ringan.
Karena itulah, Jota memilih rute alternatif melakukan perjalanan darat dari Porto menuju pelabuhan feri di Santander. Dari sana, ia berencana menyeberangi Laut Atlantik menuju Inggris menggunakan kapal. Rute yang sama sebelumnya juga ia tempuh saat berangkat ke Portugal untuk menikah. Sayangnya, rute ini justru menjadi saksi bisu dari tragedi maut yang menimpa dirinya.
Tragedi di Jalan Raya Zamora
Kecelakaan terjadi saat mobil Lamborghini yang ditumpangi Jota dan adiknya melaju di jalan raya Provinsi Zamora, wilayah yang terletak di dekat perbatasan Spanyol dan Portugal. Menurut laporan awal dari kepolisian setempat, mobil tersebut mengalami pecah ban saat sedang menyalip kendaraan lain dalam kecepatan tinggi.
Mobil kehilangan kendali, keluar dari jalur, dan menabrak pembatas jalan sebelum akhirnya terguling beberapa kali. Kedua penumpang, Diogo Jota dan Andre Silva, dinyatakan meninggal di tempat sekitar pukul 00:30 waktu setempat.
Andre Silva, adik Jota yang berusia 25 tahun, juga merupakan pesepak bola profesional. Ia bermain untuk klub Penafiel di divisi dua Liga Portugal. Kedekatan mereka bukan hanya sebagai saudara, tetapi juga sebagai dua atlet yang berbagi impian dan semangat yang sama dalam sepak bola.
Penghormatan dari Dunia Sepak Bola
Real Madrid, misalnya, mengheningkan cipta sebelum sesi latihan pagi mereka sebagai bentuk penghormatan. Cristiano Ronaldo, legenda sepak bola Portugal yang pernah bermain bersama Jota di tim nasional, menuliskan pesan menyentuh di akun media sosialnya: “Seorang pemain hebat, saudara muda yang penuh semangat, dan manusia luar biasa. Dunia kehilanganmu terlalu cepat, Diogo.”
Pelatih Liverpool, Jürgen Klopp, yang tampak sangat terpukul, mengatakan dalam konferensi pers darurat: “Ini hari terkelam dalam hidup saya sebagai pelatih. Kehilangan pemain seperti Jota adalah luka yang tidak mudah disembuhkan. Tapi lebih dari itu, kami kehilangan pribadi yang luar biasa.”
Sebuah Pengingat Akan Rapuhnya Hidup
Kematian Jota mengingatkan dunia sepak bola pada kejadian serupa beberapa tahun lalu, saat Jose Antonio Reyes, mantan pemain Arsenal dan Sevilla, juga tewas dalam kecelakaan mobil di usia 35 tahun. Kedua kasus ini menjadi pengingat bahwa betapapun teraturnya hidup seorang atlet profesional dengan jadwal latihan yang ketat, pengawasan medis yang cermat, dan pola hidup sehat, hidup tetap tak bisa diprediksi sepenuhnya.
Pilihan Jota untuk tidak terbang adalah keputusan logis demi menjaga kesehatannya. Namun, justru keputusan tersebut yang membawanya pada jalan yang penuh duka. Dunia kehilangan sosok penting, bukan hanya karena bakat dan ketenarannya, tapi juga karena ketulusan dan semangatnya.
Warisan yang Tak Akan Terlupakan
Diogo Jota mungkin telah tiada, namun jejaknya dalam dunia sepak bola akan selalu dikenang. Dari gol-gol indah yang ia cetak bersama Liverpool, kontribusinya di tim nasional Portugal, hingga dedikasi dan kerja kerasnya, semua itu akan menjadi bagian dari warisan yang abadi.
Kini, dunia sepak bola kembali diingatkan akan nilai-nilai kemanusiaan di balik gemerlapnya industri olahraga: bahwa para pemain bukan sekadar mesin pencetak gol, tapi juga manusia biasa dengan kehidupan, cinta, dan akhir yang tak bisa ditebak.
Selamat jalan, Diogo Jota. Namamu akan selalu menjadi bagian dari cerita indah sepak bola dunia.
Post a Comment